Apa makna ulang tahun? tentu berbeda-beda bagi setiap orang. Ada yang memaknainya
dengan merayakan ulang tahun dengan pesta bersama teman-teman, ada juga
yang berbagi cuka cita dengan mengajak makan anak-anak yatim, ada juga yang
hanya bertafakur kepada Ilahi sambil mengingat-ingat apa saja amal
perbuatan yang telah dikerjakan sebagai hamba Allah. Setiap orang berhak
merayakan datangnya hari pergantian umur dengan caranya masing-masing.
Bagi saya,
yang dilahirkan pada hari Rabu Kliwon tanggal 27 Desember (sama persis
seperti hari ini =p ), tepatnya 18 tahun yang lalu, hari ini merupakan
pertanda bahwa tahun-tahun menjelang kembali keharibaan Ilahi menjadi
semakin dekat. Ucapan selamat dari keluarga tercinta, kakak-adik,
keponakan, teman, sahabat dan semua orang-orang terdekat, merupakan
anugerah tersendiri. Syukur alhamdulillah dan terima kasih atas doa-doa
yang diberikan, mudah-mudahan Allah Yang Maha Baik mengijabah doa-doa yang
dipanjatkan untuk saya dengan tulus.
Banyak hal
yang masih harus diperbaiki, tingkah laku dan perbuatan, terutama
ketaqwaan kepada Sang Khaliq yang telah memberikan waktu kepada saya untuk
dapat menghirup udara dengan bebas setiap waktu serta dapat menikmati
kehidupan duniawi yang telah diberikan oleh Sang Pencipta yang tiada tara
banyaknya. Fabiayyialaairobbikumatukadziban, maka nikmat Allah yang
manakah yang engkau dustakan?
Sekali lagi
terima kasih kepada semuanya, mudah-mudahan disisa umur yang masih ada,
saya masih bisa memberikan manfaat kepada orang-orang tercinta yang
berada disekeliling saya. Amien…. ya Rabbal alamin…
Nah, lalu
bagaimanakah Islam memandang perkara ulang tahun ini? Mari simak penjelasan
berikut.. yuuukk.
1. Sejarah Perayaan Ulang Tahun
Ulang tahun atau Milad (dalam
bahasa arab) pertama kali dimulai di Eropa. Dimulai dengan ketakutan akan
adanya roh jahat yang akan datang pada saat seseorang berulang tahun, untuk
menjaganya dari hal-hal yang jahat, teman-teman dan keluarga diundang datang
saat sesorang berulang tahun untuk memberikan do’a serta pengharapan yang baik
bagi yang berulang tahun. Memberikan kado juga dipercaya dapat memberikan rasa
gembira bagi orang yang berulang tahun sehingga dapat mengusir roh-roh jahat
tersebut.
Merayakan ulang tahun merupakan sejarah
lama. Orang-orang jaman dahulu tidak mengetahui dengan pasti hari kelahiran
mereka, karena waktu itu mereka menggunakan tanda waktu dari pergantian bulan
dan musim. Sejalan dengan peradaban manusia, diciptakanlah kalender. Kalender
memudahkan manusia untuk mengingat dan merayakan hal-hal penting setiap
tahunnya, dan ulang tahun merupakan salah satunya.
Banyak simbol-simbol yang diasosiasikan
atau berhubungan dengan ulang tahun sejak ratusan tahun lalu. Ada sedikit penjelasan mengapa perayaan ulang
tahun harus menggunakan kue. Salah satu cerita mengatakan, karena waktu dulu
bangsa Yunani menggunakan kue untuk persembahan ke kuil dewi bulan, Artemis. Mereka
menggunakan kue berbentuk bulat yang merepresentasikan bulan purnama. Cerita
lainnya tentang kue ulang tahun yang bermula di Jerman yang disebut sebagai “Geburtstagorten” adalah
salah satu tipe kue ulang tahun yang biasa digunakan saat ulang tahun. Kue ini
adalah kue dengan beberapa layer yang rasanya lebih manis dari kue berbahan
roti.
Simbol lain yang selalu menyertai kue
ulang tahun adalah penggunaan lilin ulang tahun di atas kue. Orang Yunani yang
mempersembahkan kue mereka ke dewi Artemis juga
meletakan lilin-lilin di atasnya karena membuat kue tersebut terlihat terang
menyala sepeti bulan (gibbons, 1986). Orang Jerman terkenal sebagai orang
yang ahli membuat lilin dan juga mulai membuat lilin-lilin kecil untuk kue
mereka. Beberapa orang mengatakan bahwa lilin diletakan dengan alasan
keagamaan/religi. Beberapa orang jerman meletakan lilin besar di tengah-tengah
kue mereka untuk menandakan “Terangnya Kehidupan” (Corwin,1986). Yang
lainnya percaya bahwa asap dari lilin tersebut akan membawa pengharapan mereka
ke surga.
Saat ini banyak orang hanya mengucapkan
pengharapan di dalam hati sambil meniup lilin. Mereka percaya bahwa meniup
semua lilin yang ada dalam satu hembusan akan membawa nasib baik. Pesta ulang
tahun biasanya diadakan supaya orang yang berulang tahun dapat meniup lilinnya.
Ada juga mitos
yang mengatakan bahwa ketika kita memakan kata-kata yang ada di atas kue,
kata-kata tersebut akan menjadi kenyataan. Jadi dengan memakan “Happy Birthday” akan
membawa kebahagiaan.
Pada pesta ulang tahun pertama kalinya,
pesta diadakan karena orang menduga akan adanya roh jahat yang mengganggu
mereka. Jadi mereka mengundang teman dan kerabat untuk menghadiri pesta ulang
tahun mereka sehingga roh-roh jahat tidak jadi mengganggu yang berulang tahun.
Dalam pesta-pesta selanjutnya banyak dari keluarga dan teman yang membawa kado
atau bunga untuk yang berulang tahun.
Saat ini kebanyakan pesta ulang tahun
diadakan untuk bersenang-senang. Jika orang yang di undang tidak bisa menghadiri
pesta ulang tahun, biasanya mereka akan mengirimkan kartu ucapan selamat ulang
tahun. Tradisi mengirimkan kartu ucapan dimulai di Inggris sekitar 100 tahun
yang lalu (Motomora,
1989). Pada awal mulanya hanya raja saja yang dirayakan ulang tahunnya
(mungkin disinilah awal mulanya tradisi topi ulang tahun bermula). Seiring
waktu berlalu, anak-anak juga di ikutsertakan dalam pesta ulang tahun. Pesta
ulang tahun untuk anak-anak pertama kali terjadi di Jerman dan dinamakan “kinderfeste”. Tetapi
saat ini, pesta ulang tahun bisa diadakan oleh siapa saja, terutama yang punya
uang…
Nah kira-kira begitulah sejarahnya
perayaan ulang tahun untuk pertama kalinya, percaya gak percaya, tapi tetap aja
enggak ada salahnyakan mengucapkan do’a di hari ulang tahun kita.
Perlukah Umat Islam Merayakan Ulang Tahun
Pembahasan boleh tidaknya masalah ulang
tahun seseorang atau organisasi memang tidak disinggung secara langsung dalam
dalil-dalil syar‘i. Tidak ada ayat Al-Quran atau hadits Nabawi yang
memerintahkan kita untuk merayakan ulang tahun, sebagaimana sebaliknya, juga
tidak pernah ada larangan yang bersifat langsung untuk melarangnya. Sehingga
umumnya masalah ini merupakan hasil ijtihad yang sangat erat kaitannya dengan
kondisi yang ada pada suatu tempat dan waktu. Artinya, bisa saja para ulama
untuk suatu masa dan wilayah tertentu memandang bahwa bentuk perayaan ini lebih
banyak mudharat dari manfaatnya. Namun sebalik, bisa saja pendapat ulama
lainnya tidak demkian, bahkan mungkin ada hal-hal positif yang bisa diambil dengan
meminimalisir dapak negatifnya.
Mengapa demikian? Karena memang tidak
didapat nash yang secara sharih melarang atau membolehkannya. Tidak terdapat
dalam sunnah apalagi dalam Al-Quran. Sehingga dalam satu majelis yang di
dalamnya duduk para ulama, perbedaan sudut pandang pun bisa saja terjadi,
tergantung dari sudut pandang mana seorang melihatnya.
1. Pendapat yang Mengharamkan
Sebagian ulama yang berfatwa
mengharamkan perayaan ulang tahun, berijtihad dari dalil-dalil yang bersifat
umum. Misalnya, dalil-dalil yang melarang umat Islam meniru-niru perbuatan
orang-orang kafir.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW: من
تشبه بقوم فهو منهم
Siapa yang menyerupai suatu kaum, maka termasuk
mereka (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
Kiranya para ulama itu memandang bahwa
perayaan ulang tahun itu identik dengan perilaku orang-orang kafir. Sehingga
mereka mengharamkan umat Islam untuk merayakannya secara ikut-ikutan.Selain
itu, oleh sebagian ulama, seringkali acara ulang tahun disertai dengan banyak
kemaksiatan. Seperti minuman keras, pesta musik, joget, dansa, campur baur
laki-laki dan wanita. Bahkan banyak yang sampai meninggalkan shalat dan
kewajiban lainnya. Seringkali juga pesta-pesta itu sampai melupakan niat utama,
tergantikan dengan semangat ingin pamer dan menonjolkan kekayaan. Sehingga
menimbulkan sifat riya’ dan sum’ah pada penyelenggaranya.
2. Yang Cenderung Membolehkan
Adapun sebagian lainnya dari para ulama,
mereka cenderung membolehkan ulang tahun. Dengan landasan dasar bahwa ulang
tahun bukanlah ibadah ritual. Sehingga selama tidak ada larangannya yang secara
langsung disebutkan di dalam nash Quran atau sunnah, hukum asalnya adalah
boleh. Sesuai dengan kaidah “al-ashlu fil asy-yaa’i al-ibahah.” Bahwa kaidah
dasar dari masalah muamalah adalah kebolehan, selama tidak ada nash yang secara
tegas melarangnya.
Adapun alasan peniruan orang kafir,
dijawab dengan argumen bahwa tidak semua yang dilakukan oleh orang kafir haram
dikerjakan. Hanya yang terkait dengan peribadatan saja yang haram, adapun yang
terkait dengan muamalah, selama tidak ada nash yang langsung melarangnya,
hukumnya tidak apa-apa bila kebetulan terjadi kesamaan. Misalnya, kebiasaan
pesta pasca panen di suatu negeri yang masih kafir. Apakah bila ada kebiasaan
yang sama di suatu negeri muslim, dianggap sebagai bentuk peniruan? Tentu
tidak, sebab hal itu dipandang sebagai ‘urf yang lazim, tidak ada kaitannya
dengan wilayah kekufuran atau kebatilan. Para
ulama dari kelompok ini cenderung menetapkan ‘illat haramnya peniruan pada
orang kafir berdasarkan titik keharamannya. Bukan semata-mata dilakukan oleh
mereka. Misalnya, kebiasaan orang kafir memberikan sesaji kepada gunung yang
mau meletus, maka hukumnya haram bagi muslimin untuk melakukannya. Adapun bila
ada nash secara langsung dari Rasulullah SAW untuk tidak meniru suatu perbuatan
tertentu, maka wajib bagi tiap muslim untuk mengikuti perintah beliau.
Misalnya, larangan Rasulullah SAW bagi umat Islam untuk mencukur jenggot dan
memelihara kumis, sebab dianggap menyerupai orang kafir. Maka larangan itu
tetap berlaku, meski pun orang kafir sendiri telah merubah kebiasaannya.
Beberapa Pertimbangan
Bila kita ingin meletakkan hukum
merayakan ulang tahun, kita harus membahas dari tujuan dan manfaat yang
akan didapat. Apakah ada di antara tujuan yang ingin dicapai itu sesuatu yang
penting dalam hidup ini? Atau sekedar penghamburan uang? Atau sekedar
ikut-ikutan tradisi? Adakah sesuatu yang menambah iman, ilmu dan amal? Atau
menambah manfaat baik pribadi, sosial atau lainnya? Pertimbangan lain adakah dalam pelaksanaan acara seperti
itu maksiat dan dosa yang dilanggar?
Bila ternyata semua jawaban di atas
positif, dan acara seperti itu menjadi tradisi, apakah tidak akan menimbulkan
salah paham pada generasi berikut seolah-olah acara seperti ini harus
dilakukan? Hal ini seperti yang terjadi pada upacara peringatan hari besar
Islam baik itu kelahiran, isra` mi`raj dan sebagainya. Jangan sampai dikemudian
hari, lahir generasi yang menganggap perayaan ulang tahun adalah sesuatu yang
harus terlaksana. Bila memang demikian, bukankah kita telah kehilangan makna?
0 comments:
Post a Comment